Jumat, 16 April 2010

Susno dan Hukum Fisika


SELINTAS tentu tidak ada kaitannya antara mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Susno Duadji dengan hukum fisika. Selain sebagai kepala keluarga dengan dua putri, Susno adalah seorang perwira tinggi Polri.

Dia kini memang tidak lagi menjadi elite Polri, namun sebagai perwira tinggi pasti dia memiliki nilai plus di institusinya. Dia juga tentu memiliki power. Tak heran, meski jabatannya dicopot karena kasus dugaan kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dia masih ‘ditakuti’ oleh rekan-rekannya.

Ketika menjabat kepala Bareskrim Polri --biasanya dari badan itulah seorang kapolri berasal-- tentu banyak ‘rahasia’ yang diketahui Susno. Nah, ketika dia tak lagi menjabat lalu mengungkap rahasia itu, pasti banyak yang bingung. Bahkan, ketakutan.

Mereka takut menjadi korban seperti yang dialami dua perwira tinggi dan dua perwira menengah. Mereka menjadi tersangka bahkan ada yang dicopot sebagai kapolda akibat nyanyian Susno tentang dugaan praktik makelar kasus (markus) dalam penanganan kasus penggelapan dana pajak.

Susno bagaikan bandul yang terus bergerak. Sebuah hukum fisika menyatakan: benda yang bergerak cenderung akan terus bergerak sampai gaya-gaya (kekuatan) lain menghentikannya.

Kekuatan benda bernama Susno kian kuat karena dia berada pada era yang tepat untuk membongkar segala praktik menyimpang di institusinya, bahkan institusi lain.

Dengan didukung oleh kekuatan pers yang mampu membentuk opini publik, Susno adalah sosok yang memiliki power luar biasa. Dia bisa bergerak ke mana saja dan menghantam siapa saja. Dari kasus Gayus H Tambunan saja, kebobrokan aparatur dari berbagai institusi hukum, terungkap. Ingat, itu baru satu kasus.

Kembali ke hukum fisika tadi, untuk menghentikan gerak sebuah benda harus ada gaya (kekuatan) lain. Mengacu dari situlah, tindakan penangkapan (polisi mengistilahkan membawa ke pemeriksa) terhadap Susno dapat dipahami. Tindakan membawa Susno secara paksa ke Divisi Propam Mabes Polri merupakan salah satu kekuatan untuk menghentikan gerakan liar bandul bernama Susno.

Kita tidak tahu yang terjadi di dalam ruang pemeriksaan. Pekerja pers dan pengacaranya tidak boleh masuk dan mendampingi. Disebutkan pertanyaan yang diajukan hanya lima, itu pun baru pertanyaan sederhana seperti soal kesehatan dan kesediaan menjalani pemeriksaan. Lantas mengapa sampai empat jam? Kabarnya, yang membikin lama adalah adanya arahan dari kapolri.

Sebagai orang nomor satu di institusi kepolisian, kapolri tentu kekuatan mahabesar yang bisa menghentikan gerak Susno. Jika berandai-andai, di dalam ruang pemeriksaan itu terjadi upaya penghentian gerakan benda bernama Susno.

Apakah upaya itu berhasil? Waktu yang akan menjawab. Ada tiga kemungkinan yang terjadi. Pertama, bandul Susno kian kencang bergerak. Kedua, bandul itu bergerak tetapi pelan. Ketiga, bandul tidak bergerak sama sekali.

Harapan kita, masyarakat, bandul itu terus bergerak. Susno harus tetap berani mengungkapkan kebobrokan negara ini agar bisa ditemukan solusi yang tepat. Ibarat kapal, negara ini nyaris karam karena banyaknya lubang akibat gerusan praktik korupsi.

Memang, ada yang menilai tindakan Susno itu adalah aksi balas dendam karena dia dicopot sebagai kabareskrim. Secara psikologis, pencopotan itu pastilah berpengaruh, tetapi marilah kita berprasangka baik bahwa keberanian Susno memang didasari suatu niat untuk menegakkan kebenaran.

Masyarakat hanya menginginkan korupsi dibumihanguskan dari negeri tercinta ini. Mereka tak ingin kapal Negara Kesatuan Republik Indonesia tenggelam dalam jurang kehancuran. Itu saja.(*)

Berita selengkapnya.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar